Senin, 03 Agustus 2009

Kesenian Betawi, Akankah Terlupakan?

Semalam, 13 Juni 2008, di Gedung Kesenian Miss TjiTjih Cempaka Baru digelar sebuah contoh pertunjukan kebudayaan daerah Betawi dengan judul Halimah (maksudnya Dasima) Gadis Betawi. Bintang tamunya adalah Hj.Nori (Mpok Nori) dan Rita Hamzah.

Pertunjukkan kesenian yang dimulai pukul 20.00 WIB itu dibuka dengan Tarian Kembang Tanjung. Acara yang dihadiri pemuka-pemuka masyarakat setempat ini cukup ramai dipadati oleh penonton yang notabene adalah undangan masyarakat yang tinggal di daerah Cempaka tersebut.

Melewatkan bahasan tentang kisah yang diangkat, saya merasa miris menyaksikan ini. Bukan hanya karena skenario cerita yang tidak jelas dan cenderung mengangkat humor yang 'ga nyambung' alias 'ngalor ngidul' dan pastinya merendahkan Mpok Nori yang Hajjah (maaf, rasanya kurang layak seorang Hajjah berperilaku dan diperlakukan demikian, 'diejek secara kasar' dan 'nyerempet' sampai jadi anjing segala)

Tapi saya juga miris, karena kenyataannya masyarakat kita yang telah lelah diperas dan pusing oleh kesulitan hidup ini, sebenarnya begitu antusias menyaksikan pagelaran kesenian, termasuk juga kaum anak-anak dan remaja. Jadi mengapa kita yang memangku tugas sebagai penanggung jawab kelestarian budaya bangsa tidak berusaha menggelar suatu pertunjukkan yang bermutu?

Bukankah akan lebih terasa manfaatnya jika kita memuaskan kehausan masyarakat akan hiburan gratis yang sekaligus memberi pengetahuan secara tidak langsung tentang indahnya tarian, asiknya berakting dan alur cerita yang mendidik. Akan menggugah minat anak-anak calon generasi penerus kita terhadap kesenian dan kegiatannya yang positif. Hal-hal demikian akan merembet bagus dengan mengembangkan minat dan prestasi anak untuk belajar, dan mengurangi resiko anak terjerat narkoba akibat tidak punya kegiatan dimana akhirnya mereka hanya nongkrong-nongkrong saja.

Sebuah kesenian, terutama kesenian Betawi bagi warga yang seharusnya dominan sebagai empunya Jakarta, mengapa tidak diangkat dengan lebih serius dan profesional walau pun bernafaskan komedi. Banyak hal sebenarnya yang bisa digali termasuk salah satunya kepandaian berpantun....

Untuk menjadi pertimbangan bagi yang berkaitan dengan kegiatan sejenis, saya sangat ingin melihat keragaman budaya Indonesia berjaya di Tanah Air dan Internasional! Karena Indonesia begitu indah, janganlah terpecah dan menjadi miskin!

Gambang Kromong

Gambang Kromong

Salah satu musik khas dari kesenian Betawi yang paling terkenal adalah Gambang Kromong, dimana dalam setiap kesempatan perihal Betawi, Gambang Kromong selalu menjadi tempat yang paling utama. Hampir setiap pemberitaan yang ditayangkan di televisi, Gambang Kromong selalu menjadi ilustrasi musiknya.

Kesenian musik ini merupakan perpaduan dari kesenian musik setempat dengan Cina. Hal ini dapat dilihat dari instrumen musik yang digunakan, seperti alat musik gesek dari Cina yang bernama Kongahyan, Tehyan dan Sukong. Sementara alat musik Betawi antara lain; gambang, kromong, kemor, kecrek, gendang kempul dan gong.

Kesenian Gambang Kromong berkembang pada abad 18, khususnya di sekitaran daerah Tangerang. Bermula dari sekelompok grup musik yang dimainkan oleh beberapa orang pekerja pribumi di perkebunan milik Nie Hu Kong yang berkolaborasi dengan dua orang wanita perantauan Cina yang baru tiba dengan membawa Tehyan dan Kongahyan.

Pada awalnya lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu Cina, pada istilah sekarang lagu-lagu klasik semacam ini disebut Phobin. Lagu Gambang Kromong muatan lokal yang masih kental unsur klasiknya bisa didengarkan lewat lagu Jali-Jali Bunga Siantan, Cente Manis, dan Renggong Buyut.

Pada tahun 70an Gambang Kromong sempat terdongkrak keberadaannya lewat sentuhan kreativitas "Panjak" Betawi legendaris "Si Macan Kemayoran", Almarhum H. Benyamin Syueb bin Ji'ung. Dengan sentuhan berbagai aliran musik yang ada, jadilah Gambang Kromong seperti yang kita dengar sekarang. Hampir di tiap hajatan atau "kriya'an" yang ada di tiap kampung Betawi, mencantumkan Gambang Kromong sebagai menu hidangan musik yanh paling utama.

Seniman Gambang Kromong yang dikenal selain H. Benyamin Syueb adalah Nirin Kumpul, H. Jayadi dan bapak Nya'at.

Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan musik ini menjadi "terengah-engah" antara hidup dan mati (dalam tabel yang dibuat Yahya AS termasuk dalam kondisi "sedang"). Musik ini hanya terdengar di antara bulan Juni saja, yaitu sewaktu hari ulang tahun Jakarta. padahal tanggal dan tahun kelahiran kota jakarta saja belum jelas pastinya. Itupun di tempat-tempat tertentu, seperti di Setu Babakan misalnya.

Diperlukan pembinaan dan pelestarian berkelanjutan seni musik Gambang Kromong ini, khususnya bagi generasi muda Betawi. Kepedulian generasi muda Betawi terhadap keseniannya (seni musik dan seni silat) hendaknya harus melebihi generasi muda di daerah lainnya, karena keberadaan etnis Betawi itu sendiri yang berada di ibu kota Jakarta sebagai etalase kebudayaan Indonesia.

Tabe'...Jali